CEO ProtonVPN Marah Besar, Tuding Apple Tak Dukung Hak Asasi Manusia dan Munafik di Myanmar

Ilustrasi ProtonVPN

Cyberthreat.id - CEO yang juga pendiri penyedia jaringan internet aman ProtonPVN, Andy Yen, sedang marah besar kepada Apple. Gara-garanya, Apple tidak meloloskan pembaruan aplikasinya di toko aplikasi App Store untuk pengguna iPhone. Padahal, menurut Andy, "pembaruan itu penting untuk meningkatkan perlindungan terhadap upata pengambilalihaan akun yang dapat membahayakan privasi."

Kemarahan Andy Yen itu dituangkan dalam sebuah postingan blog di situs resmi ProtonVPN yang diunggah pada 23 Maret dan diperbarui pada 25 Maret lalu.

Dalam pernyataannya, tanpa tedeng aling-aling Andy Yen menyebut penolakan pembaruan ProtonVPN menunjukkan Apple tidak peduli terhadap perlindungan hak asasi manusia warga Mnyanmar yang sedang berjuang menghadapi kudeta militer.

Seperti diketahui, sejak junta militer mengambil alih kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari lalu, negara itu memblokir akses internet. Namun, masyarakat masih bisa mengaksesnya jika menggunakan VPN semacam ProtonVPN. Proton yang didirikan oleh sejumlah peneliti dan berbasis di Jenewa Swiss, juga dikenal dengan layanan email aman Protonmail.

Menurut Yen, pada hari-hari setelah kudeta militer, masyarakat Myanmar berjuang untuk mempertahankan hak asasi mereka setelah militer menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis dan merebut kekuasaan. Dia juga mengatakan, pasukan militer di sana telah membunuh lebih dari 250 pengunjuk rasa damai dan secara ilegal menahan lebih dari 2.500 orang.

Dalam kondisi seperti itu, kata Yen, masyarakat Myanmar membutuhkan akses internet yang aman untuk melaporkan ke dunia luar apa yang terjadi di sana.

CEO ProtonMail dan ProtonVPN Andy Yen | Tangkapan layar Youtube

Yen juga mengutip pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 17 Maret yang mengimbau orang-orang untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti dokumenter tentang kejahatan terhadap kemanusiaan. Untuk menyampaikan informasi sensitif tersebut dengan aman kepada penyelidik PBB dan memastikan pelapor tidak diserang atau dibunuh, PBB merekomendasikan orang-orang menggunakan ProtonMail atau aplikasi pesan Signal untuk melaporkan bukti pelanggaran.

Orang-orang Myanmar, kata Yen, telah beralih ke ProtonVPN untuk menghindari pemblokiran internet,  mencari berita akurat agar tetap aman, dan melaporkan pembunuhan. Beberapa hari setelah kudeta, pendaftaran ProtonVPN di Myanmar melonjak hingga 250 kali lipat dari rata-rata harian sebelumnya.

"Akses internet terenkripsi menjadi sangat penting setelah militer mulai memerintahkan perusahaan telekomunikasi negara untuk memblokir akses internet dan platform media sosial," kata Yen.

"Namun, pada hari yang sama saat PBB merekomendasikan aplikasi Proton, Apple tiba-tiba menolak pembaruan penting untuk aplikasi iOS ProtonVPN kami. Pembaruan ini termasuk peningkatan keamanan yang dirancang untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap upaya pengambilalihan akun yang dapat membahayakan privasi," tambahnya.

Menurutnya, tindakan Apple itu secara aktif menghambat pembelaan hak asasi manusia di Myanmar pada saat ratusan orang sekarat.

"Tindakan Apple menghambat kemajuan hak asasi manusia," ujar Yen.

Yen juga memposting surat dari Apple yang menjelaskan pembaruan ProtonPVN ditolak karena deskripsi aplikasinya menyebutkan,"...menantang pemerintah, mendidik publik atau jurnalis, kami memiliki sejarah panjang dalam membantu menghadirkan kebebasan online kepada lebih banyak orang di seluruh dunia."

Surat dari Apple itu menambahkan bahwa bagian deskripsi aplikasi ProtonVPN perlu diubah sehingga "tidak disajikan sedemikian rupa sehingga mendorong pengguna untuk melewati pembatasan geografis atau pembatasan konten."


Surat dari Apple kepada ProtonVPN
 

Seperti diketahui, layanan VPN dapat meningkatkan privasi karena alamat IP (Internet Protocol) pengguna diganti dengan IP lain yng disediakan oleh penyedia VPN. Seseorang yang tinggal di Myanmar, misalnya, bisa mengganti lokasinya seolah sedang mengakses internet dari negara lain. Itu sebabnya, jika memakai VPN, pengguna Myanmar bisa mengakses internet karena tidak terdeteksi menggunakan alamat IP Myanmar. Ini yang dimaksud Apple sebagai "melewati pembatasan geografis." 

Lantaran data aksesnya dienkripsi, jika ada seseorang yang mencoba memata-matainya, tidak dapat melihat komunikasi online yang dilakukan oleh pengguna VPN.

"Saat ini, aplikasi seperti ProtonVPN adalah jalur penyelamat ke seluruh dunia bagi orang-orang Myanmar yang sedang dibantai. Dengan mencegah kami memberi tahu pengguna bahwa ProtonVPN dapat digunakan untuk menerobos batasan internet, Apple mempersulit orang untuk menemukan jalur kehidupan ini. Keputusan Apple akan semakin mempersulit warga Myanmar untuk mengirimkan bukti kejahatan terhadap kemanusiaan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata Yen.


Data yang memperlihatkan pemblokiran internet di Myanmar

Yen lantas menyebut tindakan Apple itu juga munafik.

"Tindakan Apple juga munafik. Apple tidak memiliki masalah untuk menantang pemerintah jika itu demi kepentingan keuangannya sendiri (misalnya menghindari pajak Uni Eropa atau menghindari biaya antimonopoli. Namun, jika Proton melakukannya karena alasan hak asasi manusia, tindakan tersebut tiba-tiba melanggar kebijakan Apple," katanya.  

Yen menambahkan, perusahaannya memiliki riwayat panjang sebagai "pembela kebebasan dan demokrasi di seluruh dunia." Melindungi hak asasi manusia yang mendasar, kata dia, adalah salah satu alasan utama hadirnya ProtonMail pada 2014.

"Dari Hong Kong hingga Belarus, aktivis, pengunjuk rasa, jurnalis, dan warga dunia telah beralih ke layanan kami untuk berkomunikasi secara aman dan pribadi, mengungkapkan sendiri, dan mengatasi pemblokiran internet."

Itu sebabnya, Yen keberatan Apple meminta pihaknya untuk mengubah deskripsi aplikasi demi mendapat persetujuan dari Apple untuk memperbarui aplikasi.  

Yen juga membeberkan bahwa Apple juga memaksa ProtonVPN untuk melakukan swa-sensor saat unjuk rasa di Hong Kong tahun lalu. Saat itu, ProtonPVN menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh di sana.  

"Pada tahun 2019, mereka menghapus aplikasi HKmap.live dan Quartz, yang digunakan penduduk Hong Kong untuk tetap mendapat informasi tentang protes, dari App Store-nya setelah mendapat tekanan dari China," kata Yen lagi.

Di akhir tulisannya, Yen menuding Apple mempertahankan akses ke pasar dan mempertahankan keuntungannya.

"Apple hampir tidak pernah menantang kebijakan diktator atau rezim otoriter. Dengan menyerah kepada para tiran, Apple mengabaikan hak asasi manusia yang diakui secara internasional dan mencegah organisasi seperti Proton membela mereka yang membutuhkan. Yang juga meresahkan adalah Apple meminta penghapusan bahasa ini di semua negara tempat aplikasi kami tersedia. Dengan melakukan itu, Apple membantu menyebarkan hukum otoriter secara global, bahkan di negara-negara yang melindungi kebebasan berbicara," katanya.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari Apple terkait pernyataan CEO ProtonVPN itu.

Dua hari lalu, media The Information memberitakan Apple juga menampung lebih dari selusin aplikasi yang dibuat oleh kelompok milisi atau paramiliter China yang terkait dengan genosida Uighur, yang masuk daftar hitam Amerika Serikat.

Kelompok itu, Xinjiang Production and Construction Corps, sebelumnya telah dituduh oleh banyak pemerintah Barat, dan pegiat hak asasi manusia, telah menahan, menyalahgunakan, atau mensterilkan hingga dua juta orang Uighur. China telah berulang kali membantah tuduhan itu tetapi, secara terpisah, pemerintah wilayah itu juga dituduh melacak komunitas muslim Uyghur melalui situs web yang diretas dan kerentanan iOS.

Laporan The Information menyebutkan bahwa Apple telah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa mereka telah meninjau aplikasi, dan menyimpulkan aplikasi-aplikasi itu mematuhi hukum AS. (Baca juga: Apple Menghosting Aplikasi Milik Milisi China yang Dituding Terlibat Genosida Muslim Uighur).[]