Privasi Data dan Komitmen Perusahaan

Vice President And General Manager Zoho Corp Asia Pacific, Gibu Mathew. | Foto: digination.id

MUNGKIN Anda pernah mendengar istilah: “Kalau Anda tidak membayar, maka Anda adalah produknya.”

Namun, bisnis yang digerakkan oleh model iklan daring telah memperluas istilah ini lebih jauh lagi menjadi: “Kalau Anda tidak membayar, Anda, teman Anda, dan keluarga Anda adalah produknya.”

Banyak perusahaan teknologi terkemuka terus-menerus memonitor aksi, klik, dan “pembicaraan” pengguna mereka dengan motif utama mendapatkan kebiasaan dan ketertarikan mereka. Data ini  dimasukkan ke dalam “Segmen pasar yang dapat ditindaklanjuti”, dikemas, dan dijual kepada pengiklan yang membayar dengan harga tertinggi, kemudian mereka dapat menargetkan pesan kepada konsumen yang berpotensi membeli.

Bagi banyak perusahaan teknologi, data pengguna adalah kunci dari pendapatan mereka. Ini juga berlaku pada perusahaan yang menawarkan produk mereka secara “gratis”. Gratis tidak selalu berarti tanpa imbalan–setidaknya tidak demikian secara daring – sejak perusahaan benar-benar bergantung pada pendapatan iklan untuk mendorong keuntungan.

Kini semakin banyak konsumen yang meneliti kebijakan cookies pada situs web. Banyak konsumen yang menolak cookies. Inilah yang membuat Google menawarkan tools baru bernama Federated Learning of Cohorts (FLoC). (Baca: Microsoft, Brave, dan DuckDuckGo Ramai-ramai Menentang FloC Google, Apa Itu?)

Di Zoho, kami juga tidak menggunakan cookies dari pihak ketiga dan kami menggunakan cloud pribadi, hal ini dilakukan karena Zoho berkomitmen tidak membocorkan data penggunaan kepada penyedia layanan cloud publik.

Menurut survei global kami, sekitar 62 persen perusahaan tidak memberitahu konsumen bahwa mereka mengizinkan kode pelacak dari layanan pihak ketiga pada situs web mereka, walaupun mayoritas mengklaim memiliki kebijakan privasi data konsumen yang mumpuni dan dijalankan dengan ketat.

Melacak pengguna untuk melayani keperluan iklan telah berubah menjadi “pengawasan berkelanjutan”, ini istilah yang kami gunakan di Zoho untuk perusahaan yang mengumpulkan data tanpa sepengetahuan konsumen.

Tren ini dimulai pada layanan Business-to-Consumer (B2C), dan semakin mengkhawatirkan setelah masuk ke dunia Business-to-Business (B2B), terutama mengingat betapa pentingnya solusi layanan berbasis “Software-as-a-Service” (SaaS) untuk bekerja jarak jauh selama pandemi Covid-19.

Eek bisnis

Regulator di Eropa, India, dan di mana pun kini menuntut perubahan sejak mereka memahami bahwa model bisnis teknologi bergantung pada pelanggaran privasi konsumen. Dari banyak peraturan yang ada, GDPR di Uni Eropa dan Personal Data Protection Act (PDPA) di Singapura adalah contoh bagaimana regulator merespon perkembangan bisis teknologi.

Dengan adanya regulasi itu, semakin meningkat pula beban untuk melindungi privasi konsumen yang jatuh di pundak kalangan bisnis. Perusahaan kini wajib menjadikan privasi konsumen sebagai tanggung jawab mereka; tak hanya dikarenakan paksaan pemerintah, tapi juga karena ini adalah hal yang tepat untuk dilakukan demi konsumen mereka dan pada akhirnya juga demi perusahaan itu sendiri.

Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan perusahaan dalam melakukan perlindungan data pelanggannya.

Pertama, memeriksa proses pengumpulan data Anda. Adopsilah kebijakan untuk meminta informasi pengguna dalam jumlah paling kecil, kumpulkan hanya yang dibutuhkan bisnis. Misalnya, jika Anda hanya memerlukan data surel konsumen untuk melakukan transaksi, tak perlu meminta alamat rumah, nomor telepon, dan tanggal lahir juga.

Kedua, jika Anda mengumpulkan informasi milik konsumen, beri tahu mereka informasi apa yang Anda miliki tentang mereka. Banyak orang kaget ketika menemukan jumlah informasi yang dikumpulkan media sosial dan perusahaan lain tentang mereka. Jadi, terbuka dan transparan dengan konsumen sehingga tidak ada kejutan di ujung jalan.

Perusahaan tidak seharusnya memperlakukan peraturan privasi data seperti GDPR sebagai biaya yang dikeluarkan untuk melakukan bisnis bagaikan proses audit yang membebani dan harus dipatuhi.

Berikut analoginya. Dahulu perusahaan menyikapi peraturan lingkungan hidup di satu kawasan hanya dengan memindahkan operasional, atau limbah, ke kawasan lain yang memiliki peraturan lebih luwes dan mengotori lingkungan di kawasan selanjutnya. Praktik demikian tidak lagi dibolehkan: konsumen masa kini yang kritis tak akan mau menerima hal ini.

Sama halnya dengan perusahaan yang ingin berhemat dalam melindungi privasi, atau menghargainya hanya jika diwajibkan, sudah sepatutnya perusahaan seperti ini dihindari. Kita hidup dalam ekonomi global, di mana privasi bukan hal prerogatif milik negara-negara maju.

Regulasi yang meningkat akan mengubah tipe aplikasi yang akan mereka kembangkan. Sebuah pendekatan privasi berakar dari landasan morel korporat. Namun, jika hal ini hanya sebuah reaksi terhadap peraturan, praktik akan gagal. Konsumen menuntut pertanggungjawaban penuh, dan akan lebih memberikan penghargaan bagi perusahaan yang membuat privasi data sebagai prinsip utama strategi bisnis mereka.

Regulasi privasi benar-benar menjadi perhatian. Para pengembang aplikasi tak hanya wajib memperhatikan privasi pengguna aplikasi mereka, tapi juga perlu memperhatikan kebijakan privasi dari layanan yang mereka integrasikan untuk berbagi informasi.

Apple mengeluarkan fitur privasi baru iOS 14 untuk iPhone dan iPad di awal tahun 2021 yang mengharuskan pengembang meminta izin pengguna untuk menelusuri dan mengumpulkan data mereka di situs web dan aplikasi ponsel.

Di Zoho, melindungi privasi pengguna menjadi bagian dari “DNA” kami sejak perusahaan ini berdiri 25 tahun lalu. Kami tidak akan pernah menjual data pengguna atau menggerakkan iklan dengan melacak data mengguna. Zoho mampu membuktikan janji ini.

Berikut ini beberapa langkah utama bagi perusahaan yang ingin memprioritaskan privasi:

  1. Ini saatnya untuk membuat kebijakan privasi baru. Dewasa ini, banyak kebijakan yang masih dibuat oleh pengacara dengan tujuan mengaburkan dan membuat bingung konsumen. Akibatnya, kebanyakan konsumen hanya mengeklik tombol “setuju” tanpa mengetahui apa yang mereka ketuk tersebut merugikan.
  2. Jangan jadi perusahaan dengan kebijakan privasi yang seperti ini.
  3. Buat kebijakan Anda dengan jelas dan sederhana sehingga anak SD pun tahu data apa yang Anda kumpulkan. Siapa tahu anak SD lah pengguna produk Anda sekarang, dan berpotensi menjadi penyokong Anda di masa depan.
  4. Periksa kebijakan privasi dari vendor utama Anda karena data Anda bisa aman jika vendor atau rekanan Anda juga aman.
  5. Terakhir, jika keamanan bisnis Anda terlanggar, segera beritahu pengguna bahwa data mereka terancam keamanannya. Konsumen zaman sekarang cenderung mengetahuinya dari media massa. Pengguna Anda berhak mengetahui kebenaran, dan mereka berhak mendengar beritanya langsung dari Anda, bukan dari linimasa media sosial.[]

Penulis adalah Vice President And General Manager Zoho Corp Asia Pacific.