Menyeimbangkan Personalisasi dan Privasi Data
SALAH satu elemen penting membangun hubungan kuat dengan pelanggan ialah personalisasi. Agar tetap kompetitif, organisasi harus responsif dan memberikan pengalaman pelanggan (customerexperience) yang dipersonalisasi, di mana pengguna akhir mereka dapat terhubung.
Jika dilakukan dengan benar, personalisasi dapat meningkatkan engagement, mindshareyang besar, dan loyalitas pelanggan. Namun, penting untuk diingat, bahwa keberhasilan personalisasi pengalaman pelanggan bergantung pada seberapa besar kepercayaan pelanggan kepada perusahaan.
Untuk menciptakan pengalaman yang benar-benar dipersonalisasi, organisasi perlu mengakses data yang bisa digunakan untuk mengumpulkan wawasan yang dapat ditindaklanjuti. Kepercayaan ini ditentukan oleh kemampuan organisasi menunjukkan praktik yang adil, akuntabilitas, dan transparansi dalam hal pemrosesan data.
Tentang Nilai
Melihat dinamika pola perilaku konsumen dan ketidakpastian kondisi pasar, hubungan pelanggan ditempa melalui keterlibatan tiap pelanggan. Untuk membangun hubungan yang andal dengan konsumen, organisasi perlu memahami preferensi mereka seperti bagaimana mereka bertindak, merasa, dan berperilaku. Informasi ini didapatkan dari data pengguna yang dikumpulkan dari berbagai tahap perjalanan pelanggan saat berinteraksi dengan brand.
Jika persetujuan diminta dengan cara yang tepat, konsumen biasanya setuju dengan pengumpulan dan pemrosesan data selama mereka mendapatkan manfaat dari tindakan tersebut.
Saat ini, apa yang membentuk sebuah nilai akan jelas berbeda dari satu pelanggan dengan pelanggan lain. Di sinilah sebenarnya kecerdasan berperan. Bagaimana organisasi memanfaatkan data pengguna yang memungkinkan mereka memberikan nilai maksimum kepada konsumen?
Kesuksesan dalam program personalisasi dimulai dengan memastikan bahwa organisasi memiliki data yang sesuai dengan tujuan bisnis mereka. Hal ini bisa berupa informasi biografi, data yang diperoleh dari bagaimana konsumen terlibat dengan layanan atau penawaran, data cookie web, atau temuan survei. Semua informasi tersebut harus berasal dari sumber yang dapat dipercaya.
Jadi, di sinilah transparansi dalam praktik manajemen persetujuan dan preferensi komunikasi masuk. Ketika konsumen memahami pertukaran berbagi data mereka dengan perusahaan memiliki imbalan nilai, hubungan tersebut dapat cepat berubah menjadi buruk jika konsumen tidak diberitahu secara jelas sewaktu data digunakan. Selama dua tahun terakhir, data pribadi dari jutaan konsumen yang berasal dari platform e-commerce di Indonesia diduga dijual secara online.
Privasi data
Saat ini, ada peningkatan kesadaran konsumen dalam hal bagaimana data tersebut dikumpulkan, digunakan, dan dibagikan. Alih-alih melihat peningkatan ini sebagai sebuah masalah, bisnis perlu menyadari bahwa hal tersebut memberikan peluang baru untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggan mereka.
Konsumen lebih bersedia membagikan data mereka ketika secara implisit mereka percaya bahwa data mereka akan digunakan hanya untuk tujuan yang dinyatakan jelas oleh perusahaan, selain nilai yang akan mereka dapatkan.
Data persetujuan (consent data) adalah informasi yang dikumpulkan melalui proses yang jujur dan transparan. Hal ini harus menjadi landasan strategi personalisasi dari organisasi. Data ini perlu diperoleh langsung dari pengguna akhir, yang sepenuhnya menyadari tujuan penggunaan dan potensi manfaat data.
Pengguna akhir perlu mendapatkan informasi tentang data apa yang dikumpulkan, mengapa dikumpulkan, berapa lama akan disimpan atau digunakan, dan dengan siapa akan dibagikan. Selain itu, praktik memberikan informasi kepada pelanggan bukanlah aktivitas satu kali yang dilakukan pada saat pengumpulan data. Praktik ini adalah proses berulang di mana konsumen secara konsisten terus mendapat informasi sepanjang siklus hidup data.
Ketika organisasi menggunakan data persetujuan, mereka tidak hanya meningkatkan pengalaman pelanggan tetapi juga mendorong inovasi produk dan efektivitas pemasaran. Perusahaan yang melakukan praktik transparansi ini akan menumbuhkan rasa saling percaya, rasa hormat, keamanan, dan privasi dengan klien mereka.
Organisasi juga harus mengingat bahwa preferensi konsumen dapat berubah dari waktu ke waktu, oleh karena itu opsi opt-in dan opt-out harus disediakan di beberapa bagian pemeriksaan guna memberikan konsumen kendali atas data pribadi mereka selama aktivitas perjalanan pelanggan.
Yang terakhir adalah perusahaan harus dengan sengaja memasukkan prinsip privasi ke dalam semua praktik bisnis mereka. Hal ini untuk mengantisipasi masalah privasi dan menghindarinya.
Kesimpulannya adalah privasi dan personalisasi dapat hidup berdampingan dengan catatan organisasi bersedia bersikap adil dan transparan dalam praktik mereka.
Konsumen mempunyai kewenangan untuk memutuskan apakah pertukaran privasi dan manfaatnya layak dilakukan, dan jika tidak mereka dapat membawa bisnis mereka ke tempat lain.
Dengan meningkatnya peraturan privasi data pengguna seperti RUU Pelindungan Data Pribadi, bisnis perlu memastikan bahwa mereka menggunakan data dengan bijaksana atau berisiko tertinggal.[]
Penulis adalah Enterprise Evangelist di ManageEngine, divisi manajemen TI enterprise di bawah bendera ZOHO Corp.