Inovasi Keuangan Digital Harus Diimbangi Mitigasi Risiko
Cyberthreat.id - Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute dan Keuangan Digital Imansyah mengatkan, telah menerbitkan 19 modul terkait literasi keuangan digital sebagai upaya menyeimbangkan inovasi keuangan digital dengan mitigasi risikonya.
"Kami telah melakukan upaya terus-menerus untuk menyampaikan literasi keuangan yang sangat efektif bagi komunitas kami, juga dengan cara berbicara di universitas," kata Imansyah dalam seminar internasional tentang "Inklusi Keuangan Digital", Rabu (2 Februari 2022) dikutip dari Antaranews.com.
Modul-modul tersebut didistribusikan dalam bentuk buku, buku elektronik, video, dan game interaktif.
Terkait kerja sama dengan universitas, OJK juga menyediakan "Fintech Center" di berbagai universitas yang telah menandatangani perjanjian kerjasama.
OJK juga melakukan pembangunan kapasitas sumber daya manusia di sektor keuangan serta menyediakan fasilitas konsultasi harian terkait inovasi digital.
Menurut dia, untuk menyeimbangkan inovasi dan mitigasi risikonya dari keuangan digital terdapat tiga area yang perlu ditimbang dengan hati-hati, yakni inovasi, market integrity, dan aturan yang sederhana serta jelas.
"Kalau kita hanya fokus pada inovasi dan aturan yang sederhana serta jelas, kita akan merusak market integrity," katanya.
Ketiga area tersebut pun perlu ditimbang secara hati-hati agar pemerintah bisa berfokus terhadap ketiganya dengan sama besar.
Sementara, Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P Joewono mengatakan inovasi dalam mempromosikan inklusi keuangan digital perlu diseimbangkan dengan melakukan mitigasi risiko.
Pasalnya bersamaan dengan digitalisasi sektor keuangan yang terus berkembang, risiko-risiko baru juga bermunculan yang perlu segera dimitigasi.
"Sebuah studi CGAP baru-baru ini pada tahun 2021 mengidentifikasi risiko baru yang paling menonjol seperti penyalahgunaan data dan penipuan, terutama konsumen layanan keuangan digital pemula dan rentan," kata Doni.
Risiko baru tersebut termasuk penipuan aplikasi seluler, penipuan identitas sintetis, pelanggaran identitas biometrik, dan bias algoritmik.
Sementara itu, risiko lain yang tidak lagi baru, seperti pelanggaran data, penipuan pertukaran SIM, pemasaran agresif, praktik penagihan utang, penyelesaian sengketa yang tidak efektif, dan risiko alokasi kewajiban, menjadi semakin buruk.
"Penting untuk mencapai keseimbangan antara inovasi dalam mempromosikan inklusi keuangan digital dan menyadari, menilai, serta mengatur risiko-risiko yang bermunculan," imbuh Doni.
Inklusi keuangan digital menjadi salah satu prioritas utama dalam Presidensi G20 Indonesia pada 2022 yang diharapkan dapat menghasilkan Kerangka Inklusi Keuangan.[]