Amazon Brand Paling Top Dunia. Monopoli? Udah Zamannya!
AMAZON kini telah menjadi brand paling bernilai di dunia. Amazon, kata The 2019 BrandZ Top 100 Most Valuable Global Brands, telah menyalip Google dan Apple. Top banget sih ya, ketika Google saja disalip. Padahal, Google seolah sudah jadi kosakata. Kamu bingung? Google aja deh. Gitu kata orang.
Yang membuat Amazon jadi brand paling bernilai adalah karena Amazon tak sekedar ritel. Tidak sekedar lagi seperti jaman dulu ketika orang beli buku atau pernak-pernik di dalam Amazon. Amazon singkat kata bukan sekedar toko ritel.
Menurut Forbes, Jeff Bezos, pendiri Amazon telah menjadi orang terkaya di dunia dengan kekayaan mencapai USD 131 miliar atau sekitar Rp 1.850 triliun.
Itu menggambarkan betapa majunya Amazon. Amazon yang dulu kita kenal sebagai toko online buku kemudian menjadi toko ritel hebat. Di Amerika, negeri asal Amazon, mereka lebih dulu merebut hati pelanggan.
Tahun 2019 ini, ada berita dimana Amazon akan merekrut 1.800 orang di Perancis. Sementara di Inggris, Amazon juga akan menambah 2.500 pekerja. Ini menarik. Karena, di sana bersamaan, ada banyak perusahaan di dunia yang mengurangi pegawai.
Sebagaimana toko ecommerce raksasa lainnya, Amazon tak hanya berjualan tetapi selalu riset untuk mengetahui keinginan pasar. Semuanya, dikerjakan dengan artificial intelligence yang sangat canggih. Luar biasa.
Demi membuat ekosistem, Amazon bahkan menebar uang hingga miliaran dollar AS di berbagai bidang. Mulai dari layanan antar makanan Deliveroo, truk listrik Rivian, mobil otonom Aurora hingga toko obat online, PillPack. Semua hal tampaknya ingin dimasuki Amazon.
Jadi, konsumen Amazon nantinya akan dilayani di semua sektor..
Di Indonesia, ada konglomerasi yang sudah begini juga sih. Lippo misalnya, orang bisa melahirkan di Siloam, anaknya sekolah di SPH, UPH, belanja di Lippomall hingga dikubur di San Diego.
Startup Go-Jek misalnya, juga bikin konsumennya tidak keluar dari ekosistem itu. Mulai dari naik ojek, membersihkan rumah, hingga pijat. Buat yang bermain di aplikasi, istilahnya sudah super Apps. Semua dapat dikerjakan di Apps itu.
So, disrupsinya sudah gila-gilaan nih. Bukan hanya merek melawan merek tetapi sudah ekosistem melawan ekosistem. Kalau Amazon mungkin tak masalah. Begitu ada startup muncul bisa langsung disikat supaya kelak tidak mendisrupsi. Caranya? Ya dibeli. Untung saja, Amazon sudah banyak uang.
Monopoli? Ya sudah jamannya. Lagipula, regulator tampaknya malah bingung.
Gimana dengan startup? Ya, harus bakar uang lebih banyak. Beresiko? Jelas. Mudah-mudahan saja investasinya kembali. Ayo semangat!
Penulis adalah Direktur perusahaan logistik PT Eka Sari Lorena Grup
Sumber: LinkedIn