Kreativitas Kreator Konten
Jangan Salahkan Kimi Hime
SALAH SATU nama yang sangat mencuri perhatian sepanjang pekan ini adalah Kimi Hime yang bernama asli Kimberly Khoe. Pasalnya, meskipun ia sudah berkiprah di YouTube dan berbagai komunitas game dan e-Sport dengan gayanya sendiri sejak lama, baru belakangan ia jadi sorotan hingga DPR RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Perdebatan pun muncul, apakah sikap DPR hingga Kemkominfo sudah tepat?
Jika mengulik apa saja yang menjadi dalil sekaligus dalih dari dua lembaga negara itu adalah persoalan etika, moral, dan hal-hal yang tak jauh dari kacamata pantas dan tak pantas.
Tak pelak, jika mengintip diskusi-diskusi yang ada di berbagai jejaring sosial, tak sedikit juga yang melabeli lembaga-lembaga negara itu sebagai "polisi moral" lantaran bertindak atas nama moral yang subjektif tersebut.
Ironisnya lagi, ada kecenderungan kesan yang muncul di sini adalah seorang kreator konten, yang dapat dikatakan "sendirian", harus menghadapi kondisi yang lebih mirip keroyokan. Ia dikeroyok warganet yang tidak setuju dengan caranya mengisi konten, selain juga dikeroyok oleh lembaga-lembaga negara, hingga media.
Tak kalah ironis, kalangan yang selama ini acap bergerak menyuarakan hak-hak perempuan pun, terkesan tidak cukup kencang menyuarakan perihal hak-hak tersebut. Padahal, di tengah gaung isu Kimi Hime, ada banyak hal seputar hak perempuan yang sejatinya dapat dijadikan titik tolak untuk disuarakan lebih kencang.
Cyberthreat.id sendiri tentu saja lebih banyak memilih mengangkat dari sisi yang berhubungan dengan fenomena yang ada di pusaran internet, media sosial, dan hal-hal yang relevan dengan itu saja. Soal isu perempuan, tentu saja, akan sangat ideal untuk juga disuarakan, setidaknya di berbagai media lain yang juga relevan.
Paling tidak, Cyberthreat.id sendiri selama isu Kimi Hime membetot perhatian publik, lebih memilih melangkah dari kacamata fairness yang relevan dengan dunia teknologi informasi.
Dari berbagai berita diangkat Cyberthreat.id, sejauh ini masih konsisten menonjolkan sepak terjang yang berhubungan dengan kreativitas dan prestasi seorang Kimi Hime.
Saya pribadi, pun sangat setuju dengan kacamata ini. Bahwa, di tengah kencangnya tren kreator konten entah di YouTube atau berbagai media sosial, lebih ideal untuk mengapresiasi apa saja yang mampu mereka lakukan dan prestasi mengikutinya, daripada mengurusi hal-hal remeh-temeh semacam cara berpakaian dan sejenisnya.
Toh, Kimi sendiri sejauh ini sudah terbuka menceritakan banyak hal seputar dirinya. Pakaian, misalnya, kenapa ia memilih pakaian khasnya selama ini? Ternyata, berdasarkan wawancara dengan Deddy Corbuzier, ia memang memiliki pengalaman di masa lalu yang membawanya pada kesimpulan; mau berpakaian apa saja, ia tetap dilecehkan.
Artinya, ada persoalan bagaimana publik melatih pikiran alih-alih menyorot sekadar urusan pakaian, yang sejatinya perlu diperbaiki. Soal bagaimana seorang Kimi tampil, tentu saja sepenuhnya hak dirinya, sepanjang tidak ada yang dirugikan.
Adanya dalih bahwa Kimi mesti "lebih sopan" karena banyak anak-anak yang memantau kontennya, sekilas terlihat sebagai dalih cukup masuk akal. Namun mau sampai kapan para orang tua di rumah berharap dunia luar; kreator konten, YouTuber, dan sebagainya, harus ikut memusingkan tanggung jawab seorang ayah dan ibu di rumah?
Ringkasnya, di tengah perkembangan jagat internet sejauh ini, menyalahkan orang-orang karena ketidakmampuan mendidik anak-anak di rumah, bukanlah solusi. Melainkan, mesti ada sudut pandang yang lebih fair, bahwa di tengah fenomena seperti Kimi, tidak perlu menyalahkannya dengan segala caranya berkreasi, namun bagaimana para orang tua di rumah lebih bijak memantau perkembangan anak dan kebiasaan mereka. Sebab, siapa yang paling dekat dengan anak-anak tersebut adalah orang tua dan keluarga mereka sendiri.
Kalau ada pesan yang mau diambil dari pemandangan itu adalah; jangan sampai anak-anak jauh lebih dekat dengan mereka yang terkenal di jagat internet daripada orang tua mereka sendiri di rumah.
Kemkominfo dan DPR RI, kalaupun ingin berperan jauh dalam mengedukasi publik dengan berbagai kebijakan, idealnya jangan pula memanjakan publik dengan kebiasaan yang rentan mematikan kreativitas. Sebab, terlalu banyak mendikte mereka yang berkreasi, justru melemahkan daya kreasi anak-anak bangsa. Ketika daya kreasi melemah, maka bahaya yang jauh lebih fatal bisa terjadi; hanya melahirkan bangsa yang tidak berani melakukan apa-apa.
Inilah kenapa, di tengah memanasnya berita seputar Kimi, bukan hal tepat untuk menyalahkannya. Namun, akan lebih ideal jika setiap keluarga memiliki cara lebih bijak untuk memastikan anak-anak selamat dari konten-konten yang diyakini tidak pantas. Bagaimana?* (IG/T: @zoelfick)