Tiga Sebab Data Denny Siregar Bocor

Selular.id

KEBOCORAN data pribadi jamak terjadi sekarang ini. Jadi, kasus seperti yang dialami Denny Siregar yang sedang menjadi perbincangan sekarang tidaklah tunggal. Hanya, mungkin korban lain tak memiliki kemampuan menghebohkannya, menganggap sepele, merasa ribet dalam mengurusnya, tak paham bagaimana mengurusnya, atau boleh jadi karena tidak mengerti dan mengabaikannya. Apalagi jika korban adalah bukan siapa-siapa.

Sebaliknya, Denny Siregar termasuk populer di media sosial. Memiliki 821 ribu follower di Twitter sangat memungkinkan bagi pegiat media sosial ini untuk memviralkan sebuah isu yang digulirkannya. Apalagi persoalan yang sangat peka bagi publik seperti kebocoran data pribadi ini.

Itulah sebabnya, begitu Denny bereaksi pada data pribadinya diumbar menyambar Twitter (@opposite6891), persoalannya langsung bergulir. "Teman-teman dari kasus ini, ternyata kita baru tahu kalau data diri kita sangat rentan disadap. Contoh dari @opposite6891 ini. Begitu mudah dia dapat data tentang saya,” cuit Denny di akun Twitter-nya (@Dennysiregar7), Minggu (5 Juli 2020).

Akun @opposite6891 mengunggah sebuah tangkapan layar yang berisikan data-data pribadi Denny Siregar, seperti nama lengkap, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan nomor kartu keluarga. Bahkan, sistem operasi perangkat, operator telekomunikasi yang digunakan, serta nomor IMEI perangkat juga dibeberkan oleh si pemilik akun.

Denny secara tidak langsung mengarahkan telunjuknya ke Telkomsel dan Kemkominfo yang harus bertanggung jawab pada persoalan tersebut.  "Saya menuntut jawaban dari @Telkomsel & @kemkominfo. Ini mengerikan. Bisa saja terjadi pada Anda dan keluarga Anda," kata Denny.

Tudingan itu sebetulnya terlalu terburu-buru. Sebab, kasus kebocoran data pribadi tidak bisa melihatnya dalam kemungkinan yang tunggal. Setidaknya ada tiga kemungkinan sumber masalahnya. Di antaranya, seperti yang telah disebut yaitu Telkomsel, kemungkinan lain bersumber dari perangkat Denny sendiri yang menjadi korban hacking, lalu kemungkinan ketiga adalah intersep.

Pertama, jika melihat dari sudut kesalahan Telkomsel, maka hanya ada satu pertanyaan yang muncul, yaitu bersamaan dengan kasus Denny apakah ada banyak korban lain yang muncul. Jika tidak ada, sangat kecil kemungkinan kasus ini bisa disebut sebagai kebocoran data akibat keteledoran atau kesengajaan Telkomsel. Di sisi lain, Telkomsel terlalu konyol jika mengambil risiko pada persoalan yang tidak penting bagi perusahaan pelat merah ini.

Kemungkinan berikutnya adalah sisi perangkatnya sendiri. Ini bisa terjadi, misalnya, ketika ia mengunduh aplikasi-aplikasi yang hendak digunakannya. Perlu diketahui, semua aplikasi, apa pun namanya, memiliki risiko keamanan dan berakibat pada banyak hal. Salah satunya, tersedotnya data pribadi kita yang menjadi korban hacking.

Selanjutnya adalah intersep. Makna intersep di sini memang persis dengan definisi dalam metematis adalah suatu titik perpotongan antara suatu garis dengan sumbu Y pada diagram/sumbu kartesius saat nilai X = 0. Ini tentu pekerjaan yang lebih rumit dengan memakai peralatan tersendiri dan metodologi tersendiri. Namun, bukan berarti tidak mungkin terjadi, hanya saja sejauh mana bernilainya Denny Siregar, sehingga membutuhkan kegiatan seperti ini.

Penanganan kasus seperti ini haruslah dijawab dengan analisis forensik digital. Sangat tidak berguna mengembangkan berbagai penafsiran sebab persoalannya bisa diselesaikan dengan konkret dengan cara-cara yang realistis. Kemampuan analisis forensik digital ini dimiliki oleh Kominfo, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

Sebaiknya ketiga lembaga negara tersebut bisa bekerja sama untuk memecahkan persoalannya. Selain itu, bisa juga dengan menggunakan lembaga independen di luar pemerintahan. Di Indonesia, banyak pakar analisis forensik digital. Hanya, untuk penanganan perkara hukum pada akhirnya berkaitan dengan aparat pelaksana undang-undang.

Bagaimana pun perlindungan data pribadi adalah wajib hukumnya. Menurut Dr Edmon Makarim dalam bukunya yang berjudul Konstitusi dan Telematika, secara sepintas Indonesia tampak seperti belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur privasi, tapi sebenarnya tentang hak privasi itu diatur secara tersebar.

Bahkan, meskipun konstitusi tidak menyebut istilah privasi, secara hakikat istilah privasi adalah sepadan dengan perlindungan hak data pribadi setiap orang sebagaimana tercantum dalam Pasal 28G Undang-Undang Dasar 1945. Selebihnya tersebar dalam berbagai undang-undang, seperti KUHAP, UU HAM, UU Telekomunikasi, UU ITE, UU KIP, UU Kesehatan, hingga UU Administrasi Kependudukan.

Jadi jelas sekali, pengaturan dan perlindungan data pribadi sangat menjadi perhatian di Indonesia. Kendati Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi masih digodok di DPR-RI, bukan berarti penanganan hukum persoalan ini tak bisa berjalan. Tidak ada kekosongan hukum dalam persoalan perlindungan data pribadi. Jadi siapapun harus terlindungi, tak hanya untuk Denny Siregar saja, tetapi semuanya untuk rakyat Indonesia.[]

Pemimpin Redaksi Cyberthreat.id